Rabu, 27 Oktober 2010

EPISTIMOLOGI




Nama : Khamidah Fauziyah
NIM   : 08410224
EPISTEMOLOGI
Epistemology adalah cabang dari filsafat yang secara khusus membahas “Teori tentang pengetahuan”.
Pembahasan dalam epistemology lebih terfokus pada:
1.      Sumber pengetahuan: berkaitan dengan akal pikir (rasionalism), indra (empirism), dan intuisi.
2.      Teori tentang kebenaran dan pengetahuan: berkaitan dengan pola korespondensi, koherensi, dan praktis pragmatis.
Tokoh-tokoh tentang epistemology:
1.      Plato (427-347 SM)
Sebagai peletak dasar idealism/rasionalism karena menurutnya pengamatan indrawi tidak memberikan pengetahuan yang kokoh karena sifatnya berubah-ubah sehingga tidak dapat dipercaya kebenaranya. Ia lebih percaya pada dunia ide (rasio) bawaan ynag sudah dibawa mausia sejak lahir.
2.      Aristo teles (384-322 SM)
Tidak sependapat dengan plato karena menurtnya manusia memperoleh pengetahuan melalui proses abstraksi, karena dengan melakukan pengamatan yang terus menerus akal akan dapat melepaskan/mengbstraksikan idenya dari objek tersebut.
Akan tetapi epistemology yang hanya didasarkan kepada dunia ide dan pengamatan inderawi mengalami keterbatasan. Utuk mengatasinya, diperlukn perangkat yang ketiga, yaitu perangkat yang dapat mengakomodasi unsure rasa yaitu intuisi.
Epistemology, yang dibangun oleh Plato dan Aristo Tele situ kemudian dipahami dan diambil oleh pemikir-pemikir muslim seperti Al-Kindi, Ibn Sina dan Ibn Hazm.
Menurut Al-Ghazali pengetahuan dapat diperoleh melalui rasio dan indera, tetapi paling tinggi adalah pengetahuan melalui kasyf/intuisi. Epistemology Al-Ghazali disambut baik didunia islam bagian Timur. Epistemology Al-Ghazali ini bersifat empiric transcendental.
Epistemologi yang semula berkembang di Yunani terutama dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang bersifat rasional spekulatif, kemudian dikembangkan oleh Al-Kindi, al-farabi dan Ibn Sina menjadi rasional empiric, dan akhirnya sampai pada ibn Rusyd menjadi empiric eksperimental. Tetapi itu semua tidak begitu mencukupi untuk dijadikan kerangka teori dan alat analisis terhadap epistemology pemikiran Fazlur Rahman.
Setelah melalui proses panjang, dapat ditemukan bahwa epistemology yang paling tepat untuk melihat epistemology Rahman yaitu epistemology Muh. Abid-al-Jabiri.
Rahman: dilahirkan pada dunia islam bagian Timur yaitu Pakistan . Lebih kental dengan tradisi Inggris karena ia kuliah dan mulai meniti karir akademiknya disana, disamping utu secra cultural lebih dekat dengan Inggris. Berangkat dari sejarah yng bercorak filsafat.
Al-jabiri: dilahirkan pada dunia bagian Barat yaitu Maroko. Lebih kental dengan tradisi Perancis. Berangkat dari sejarah yang bercorak Antropologi.
Dari semua yang diatas, ada satu hal ynag sama-sama mengusik pikiran keduanya adalah “Masalah Kritis Pemikiran di kalangan Umat Islam” hanya bedanya Rahman mencapai puncak akademik pada bidang phylosopy of knowledge sedang Al-Jabiri pada anthropology of knowledge.

Nama : Dwi Refiningsih
NIM   : 08410052
No. Absen : 9
EPISTEMOLOGI BAYANI
Bayani merupakan metode pemikiran yang berpngkal dari bahasa arab yang menekankan otoritas teks (nash), dan dijustifikasikan oleh akal kebahasaan. Pendekatannya berupa lughowi atau melalui bahasa. Produk dari bayani adalah nahwu, fikih dan ushul fikih, kalam dan balaghah. Epistemologi bayani menggunakan metode rasional filsafat, meski demikian Epistemologi bayani tetap berpijak pada teks (nash). Dalam Epistemologi bayani fungsi akal hanya pengawal yang terkandung didalamnya. Untuk itu bayani menggunakan alat bantu (instrumen) berupa qiyas, istinbat, tajwis, dan ‘adah sebagai metodenya.
Epistemologi Bayani dapat dipahami dari 3 segi, yaitu pertama segi aktivitas pengetahuan, bayani berarti ‘tampak-menampakkan’ dan ‘faham-memahamkan’, kedua diskursus pengetahuan, dunia pengetahuan yang dibentuk oleh ilmu arab islam murni. Ketiga, sistem pengetahuan, kumpulan dari prinsip-prinsip, konsep-konsep dan usaha-usaha yang menyebabkan dunia pengetahuan terbentuk tanpa disadari. Menurut Al-Syafi’i bayani terdapat dua dimensi yang fundamental, yakni usul (prinsip-prinsip primer) dan al-jahiz. Pendukung keilmuan epistemology bayani adalah fuqaha, usuliyun, dan mutakalimun.

Nama : Mursyidah
NIM   : 08410057
EPISTEMOLOGI IRFANI
Irfani menganggap bahwa tidak hanya indera yang terbatas, tetapi akal juga terbatas.objek yang kita tangkap itu adalahobjek yang selalu berubah. Begitu juga dengan akal, akal hanya dapat memahami suatu objek bila Ia mengkonsentrasikan dirinya pada objek itu.
Irfani adalah kemampuan menerima pengetahuan secara langsung itu diperoleh dengan cara latihan, yang di dalam Islam di sebut Suluk secara lebih spesifik disebut riyadlah secara lebih umum metode ini diajarkan di dalam thariqat dari kemampuan ini dapat dipahami bahwa mereka tentu mempunyai pengetahuan tingkat tinggi yang banyak sekali dan amat meyakinkan. Pengetahuan itu diperoleh bukan lewat indera dan bukan lewat akal melainkan lewat hati

Epistemologi Burhani

NAMA: Mita Syakirina
NIM:08410008
NO ABS:3
EPISTEMOLOGI BURHANI


             al-Burhan berarti argumen yang pasti dan jelas. Dalam pengertian yang sempit, burhani adalah aktivitas pikir untuk menetapkan kebenaran pernyataan melalui metode penalaran. seang dalam pengertian yang luas, burhani adalah setiap aktivitas untuk menetapkan kebenaran pernyataan.
              Sebagai aktivitas pengetahuan, burhani adalah episteme yang berargumentai secara deduktif, sedangkan sebagai diskursus pengetahuan, burhani merupakan dunia pengetahuan falsafah yang masuk ke budaya Arab Islam melalui terjemahan dari karya-karya Aristoteles. Untuk mengetahui suatu kebenaran, epistemologi Burhani menggunakan pendekatan empirisme yaitu pendekatan yang benar-benar bisa dibuktikan.
               Menurut al-Jabiri ada beberapa tokoh yng menerapkan dasar-dasar episteme burhani yaitu Ibnu Rusyd, al-Syatibi, dan Ibnu Khaldun. Menurut Ibnu Rusyd ia berusaha menerapkan dasar-dasar episteme dengan cara membela argumen secara kausalitas. Ia menolak pandangan Asy'ariyah tentang prinsip tajwiz yang dianggap mengingkari hukum kausalitas. Begitu juga dengan al-Syatibi yang di amini-nya dalam disiplin usul fikih. Sedangkan Ibnu Khaldun, ia menyingkap sejumlah tabir riwayat hidup para pendahulu, kemudian di analisis satu peristiwa ke peristiwa berikutnya. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa Ibnu Khaldun ingin menjadikan sejarah sebagai ilmu burhani.